Zinho Vanheusden, lulusan akademi Inter Milan, resmi mengumumkan pensiun pada usia 26 tahun.
Keputusan ini datang setelah kariernya terus-menerus diganggu cedera serius, termasuk tiga kali cedera ACL yang memaksanya mundur lebih cepat dari dunia profesional.
Pengumuman ini sontak mengundang simpati luas, bukan hanya dari Interisti dan pendukung klub-klub yang pernah diperkuatnya, tetapi juga dari publik sepak bola yang mengikuti perjalanan kariernya sejak muda.
Perjalanan Karier yang Terhenti Terlalu Cepat
Zinho Vanheusden mengawali karier sebagai bek tengah muda berbakat di akademi Inter Milan setelah bergabung dari Standard Liège saat masih remaja.
Dirinya bahkan sempat disebut sebagai salah satu prospek bertahan paling menjanjikan di Eropa.
Namun, cedera berulang, terutama tiga kali cedera ligamen lutut (ACL) mengubah seluruh jalan ceritanya.
Dalam pernyataannya yang emosional, Vanheusden mengungkapkan:
“Hidup saya sebagai pesepak bola profesional telah berakhir. Sepak bola menjadikan saya seperti sekarang. Itu memberi saya kehidupan yang bahkan tak pernah berani saya impikan,”
Ia menegaskan bahwa keputusan ini diambil setelah perjuangan panjang selama bertahun-tahun.
“Beberapa tahun terakhir sangat berat. Cedera, operasi, suntikan, obat… Saya telah memberi semuanya untuk bangkit kembali, tetapi setiap kali menjadi semakin sulit,”
Rasa Sakit Tak Lagi Tertahankan: “Tubuhku Sudah Berkata Cukup”
Meski memiliki keinginan kuat untuk terus bermain, realitas fisik berkata sebaliknya. Vanheusden mengakui bahwa ia sering menutup sesi latihan dengan rasa cemas, khawatir apakah ia bisa berjalan esok hari tanpa rasa sakit.
“Hati saya selalu ingin terus bermain, tetapi tubuh saya sudah berkata cukup sejak lama,”
Cedera kronis membuat aktivitas sederhana pun menjadi tantangan besar. Kondisi ini akhirnya memaksanya mengambil keputusan paling sulit dalam hidupnya.
Pensiun Demi Kesehatan dan Keluarga: “Saya Ingin Bisa Bermain dengan Anak Saya”
Keputusan pensiun Vanheusden bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga kecilnya. Ia kini ingin bisa menikmati hidup tanpa rasa sakit berkepanjangan, serta menjalankan perannya sebagai ayah.
“Demi rasa hormat pada diriku sendiri, kesehatanku, dan tanggung jawabku sebagai seorang ayah, aku mengambil keputusan ini. Aku ingin berjalan tanpa rasa sakit, bermain dengan anakku, dan menikmati hidup.”
Kalimat ini menggambarkan betapa besar perjuangan yang telah ia jalani dan bagaimana sepak bola pada akhirnya memberi ruang bagi prioritas baru dalam hidupnya.
Ucapan Terima Kasih dan Pesan Emosional kepada Fan, Klub, dan Rekan Setim
Dalam akhir pernyataannya, Vanheusden menyampaikan terima kasih kepada klub-klub yang telah mempercayainya, termasuk Inter Milan dan terutama Standard Liège, klub masa kecilnya.
“Hatiku yang merah selalu penuh cinta untuk Standard. Meski aku ingin berdiri di hadapan kalian, aku pasti akan kembali ke tribun untuk mendukung bersama,”
Ia juga menegaskan bahwa meski karier sebagai pemain berakhir, sepak bola akan selalu hidup dalam hatinya.
“Sepak bola berhenti untukku sebagai pemain, tapi itu akan selamanya hidup di hati saya.”

Leave a Reply