Lautaro Tunjukkan Kekecewaan Usai Diganti Chivu Saat Lawan Atletico Madrid

Inter Milan kembali menelan hasil pahit di Wanda Metropolitano pada matchday 5 Liga Champions 2025-26. Kekalahan 2-1 dari Atletico Madrid tak hanya menyisakan kekecewaan secara kolektif, tetapi juga memunculkan sebuah fakta menarik yang melibatkan sang kapten, Lautaro Martinez.

Striker Argentina itu kembali gagal tampil menentukan, dan untuk kedua kalinya secara beruntun, setelah Derby della Madonnina, pelatih Cristian Chivu memutuskan untuk menariknya keluar.

Bedanya, kali ini reaksi sang kapten sangat jelas menunjukkan kekecewaan.

Performa Lautaro Kembali Di Bawah Ekspektasi

Berdasarkan laporan Tuttosport, Lautaro menjalani 73 menit tanpa perbedaan signifikan, sebuah performa yang kontras dengan standar tinggi yang ia tunjukkan dalam beberapa tahun terakhir.

Di laga sebesar ini, Inter mengharapkan gol atau aksi penentu dari penyerang andalan mereka. Namun, Lautaro sulit menemukan ruang, terisolasi di antara barisan belakang Atletico, dan gagal menciptakan peluang berarti.

Keputusan Chivu pun tak terhindarkan: Lautaro ditarik keluar untuk memberi energi baru di lini serang.

Reaksi Lautaro: Kepala Menggeleng, Botol Air Terbang

Ketika Lautaro muncul di papan pergantian, ekspresi Lautaro berbicara lebih lantang daripada kata-kata.

Lautaro menggelengkan kepala dengan tegas, sebuah gestur yang menunjukkan ketidaksetujuannya atas keputusan Chivu. Dalam perjalanan menuju bench, kapten Inter itu terlihat kesal.

Namun momen paling mencolok terjadi ketika ia akhirnya duduk di bangku cadangan. Menurut kesaksian media, Lautaro melontarkan botol air dengan keras, mempertegas rasa frustrasinya.

Gestur itu bukan sekadar emosi sesaat, tetapi refleksi dari betapa besarnya beban di pundaknya sebagai kapten yang sedang berjuang menemukan performa terbaik.

Tekanan Besar dan Realita Sulit Inter

Sebagai pemimpin tim, Lautaro tentu menyadari bahwa Inter tengah berada dalam fase sulit.

Dua kekalahan beruntun di Derby dan kontra Atletico, membuat situasi semakin panas.

Chivu membutuhkan keputusan cepat dan objektif di lapangan, sementara Lautaro, sebagai ujung tombak, juga merasakan tekanan dari ekspektasi yang terus menumpuk.

Konflik kecil seperti ini sering muncul pada tim besar: bukan bentuk pemberontakan, tetapi tanda bahwa sang kapten masih memiliki api kompetitif yang menyala.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*