
Bek sayap Inter Milan, Denzel Dumfries, masih sulit percaya dirinya finis di atas Erling Haaland dalam daftar peringkat Ballon d’Or 2025.
Pemain asal Belanda itu mengaku merasa bangga dan terharu atas pencapaian luar biasa yang menjadi puncak dari musim gemilang bersama Nerazzurri.
Musim Luar Biasa Bersama Inter Milan
Dumfries menjadi salah satu sosok penting dalam perjalanan Inter Milan menuju final Liga Champions 2024/25.
Penampilannya di semifinal melawan Barcelona masih segar di ingatan publik, di mana ia sukses mencetak dua gol dalam dua leg yang membawa Inter Milan melaju ke final secara dramatis.
Berkat performa heroik itu, Dumfries pun mendapat nominasi Ballon d’Or, penghargaan individual paling bergengsi di dunia sepak bola.
Meskipun tak masuk daftar 10 besar, hasil akhir tetap mengejutkan banyak pihak: ia finis di peringkat 25, satu tingkat di atas Erling Haaland.
“Ketika saya merenungkannya setelah upacara Ballon d’Or, saya merasa bangga pada diri sendiri,” ujar Dumfries kepada De Volkskrant via FCInterNews.
“Rasanya luar biasa bisa berdiri di antara para pemain kelas dunia, mengenakan setelan terbaik, dan mendengar bahwa saya finis di atas Haaland. Wow, itu momen yang luar biasa,”
Harus Nikmati Momen
Dumfries mengaku belajar banyak soal menikmati perjalanan kariernya.
“Pelatih saya dulu, Alex Pastoor, pernah bilang bahwa kita harus tahu kapan harus menikmati momen, sadar di mana kita berada, dan bangga akan hal itu,” ujarnya.
“Kadang saya terlalu sibuk dan lupa melihat sejauh apa saya telah melangkah. Sekarang saya berusaha untuk lebih menghargai setiap langkah kecil itu,”
Kekalahan di Final UCL Jadi Luka, tapi Juga Motivasi
Meski musimnya fantastis, Dumfries tak menutupi luka pahit di final Liga Champions melawan PSG, di mana Inter kalah telak.
“Cara kami kalah di final itu… jangan tulis kata itu, tapi ya, mengerikan,” ucapnya.
“Namun kemudian saya berpikir, Denzel, kamu sudah main di dua final Liga Champions dalam tiga tahun. Kamu seharusnya bangga dengan itu,”
Mental Baja dan Filosofi “Tak Pernah Menyerah”
Dikenal dengan mentalitas pantang menyerah, Dumfries mengungkapkan bahwa disiplin dan ambisi menjadi fondasi kesuksesannya.
“Dalam pikiran, saya tidak boleh cedera, tidak boleh berhenti. Saya hidup dengan standar disiplin yang tinggi, dan itu membentuk siapa aku sekarang,” katanya.
“Di usia hampir 30 tahun, saya ingin mencapai hal-hal besar, tapi juga menyeimbangkan hidupku sebagai ayah dan aktivis sosial,”
Dumfries juga membandingkan mentalitas sepak bola antara Belanda dan negara lain:
“Argentina melakukan segalanya untuk menang, mereka tidak meninggalkan apa pun pada kebetulan,”
“Kami di Belanda mungkin terlalu tertib. Kadang kamu harus berani sedikit ‘melanggar aturan’ untuk menang. Di Inter, kami ahli dalam hal itu. Kalau kamu tidak melakukannya di sana, itu malah dianggap salah.”
Leave a Reply