D’Ambrosio: “Saya Selalu Jadi Interista, Tapi Ada Satu Penyesalan Besar”

Mantan bek Inter Milan, Danilo D’Ambrosio, membuka lembaran emosional kariernya dalam wawancara eksklusif bersama Dan Peterson untuk program Storie di Serie A.

Dalam sesi penuh refleksi itu, D’Ambrosio berbicara tentang perjalanannya di dunia sepak bola, kecintaannya pada Inter Milan, dan pelajaran berharga dari para pelatih besar yang pernah menanganinya.

Awal Mula: Bermain untuk Klub yang Selalu Didukung

D’Ambrosio mengaku, kepindahannya ke Inter pada 2014 adalah momen yang sangat emosional.

“Itu sulit, karena Inter adalah tim yang selalu saya dukung sejak kecil. Ada beban emosional besar saat mengenakan seragam tim yang kamu cintai. Kalau tidak bisa menjaga keseimbangan, emosi bisa mengalahkan rasionalitas,” ujarnya.

Bek asal Napoli itu datang ke Inter Milan di masa yang penuh tantangan, periode transisi sebelum klub kembali ke puncak.

Namun, justru di situlah ia tumbuh, mengasah mental dan profesionalisme.

Belajar dari yang Terbaik

Selama hampir satu dekade berseragam Nerazzurri, D’Ambrosio bermain bersama banyak pemain hebat, dan ia mengakui bahwa pengalamannya bersama mereka membentuk kariernya.

“Untuk berkembang, Anda harus memperhatikan mereka yang lebih baik dari Anda. Saya belajar dari semua orang. Lautaro, Barella, Palacio, dia punya timing yang luar biasa. Lalu Dzeko, Sanchez, Mkhitaryan. Dari setiap pemain, saya coba ambil sesuatu,” jelasnya.

Tak hanya dari rekan setim, D’Ambrosio juga menyerap filosofi dari para pelatih besar yang pernah menanganinya.

“Dari Conte saya pelajari disiplin. Dari Inzaghi, saya belajar ketenangan dalam menyiapkan final. Mancini memberi saya kesadaran diri, sementara Spalletti mengajarkan visi permainan yang tajam,”

Era Spalletti dan Conte: Pondasi Kembali ke Puncak

D’Ambrosio juga menyinggung peran besar Luciano Spalletti dan Antonio Conte dalam mengembalikan Inter ke papan atas.

“Spalletti memulai rekonstruksi Inter. Sebelumnya ada Pioli, sosok hebat, tapi Spalletti mempertegas arah tim dan membawa kami kembali ke Liga Champions. Dengan Conte, di tahun pertama kami hampir juara, lalu di tahun kedua kami memenangkan Scudetto. Itu adalah kebahagiaan terbesar dalam karier saya,” kenangnya.

“Sayang, kami tidak bisa merayakannya bersama para tifosi karena Covid. Itu sedikit mengurangi rasa puasnya,”

Penyesalan Terbesar: Final Liga Europa

D’Ambrosio mengaku satu-satunya penyesalan terbesar dalam kariernya adalah saat final Liga Europa 2020 melawan Sevilla.

“Saya tidak bisa menyampaikan pesan emosional itu di ruang ganti. Saya ingin berkata kepada semua: ‘Kita di sini bukan hanya untuk diri sendiri, tapi untuk memberi kebahagiaan bagi keluarga dan fans kita’. Tapi saya tidak punya keberanian untuk mengatakannya,” ujarnya dengan nada menyesal.

Cinta Sejati Seorang Interista

“Saya selalu memberikan 100% untuk setiap tim. Tapi Inter selalu di hati. Saat masih di Torino, saya menonton final Liga Champions dan berkata pada diri sendiri: ‘Suatu hari, saya ingin bermain di sana’. Saya mencapainya dengan kerja keras dan pengorbanan di klub yang selalu saya dukung.”

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*