Bonny: “Inter Takdir Saya, Pio Esposito Jadi Partner yang Tepat, dan Chivu Punya Peran Besar”

Ange-Yoan Bonny mulai membuka lembaran baru dalam kariernya bersama Inter Milan.

Striker muda asal Prancis itu resmi didatangkan dari Parma pada musim panas ini dan langsung mencuri perhatian dengan sikapnya yang dewasa serta tekad besar untuk berkembang di level tertinggi.

Dalam wawancara panjang dengan La Gazzetta dello Sport, Bonny membagikan pengalamannya selama bulan pertama berseragam Nerazzurri, perannya di lapangan, serta hubungannya dengan para pemain senior dan sang pelatih kepala, Cristian Chivu.

Adaptasi Cepat dan Kerasnya Pre-Season Inter Milan

Bonny mengakui bahwa persiapan pramusim bersama Inter Milan bukanlah hal yang mudah. Intensitas latihan tinggi membuatnya harus beradaptasi dengan cepat.

“Latihannya sangat berat, tapi itu perlu. Saya merasa seperti sedang mengisi bensin di dalam tangki untuk menghadapi musim yang panjang. Inter adalah klub besar dengan target besar, jadi kami harus siap untuk memainkan banyak pertandingan,” ujar Bonny.

Meski masih baru, Bonny mengaku atmosfer di ruang ganti sangat hangat. Para senior menerimanya dengan tangan terbuka, bahkan membuatnya merasa seperti sudah lama menjadi bagian dari keluarga Nerazzurri.

“Saya tiba di dunia yang benar-benar baru, tetapi rekan-rekan setim saya menyambut saya seolah-olah saya adik kecil mereka. Saya harus menyebutkan nama mereka semua karena, bersama-sama, mereka membuat kami merasa hampir seperti keluarga,”

Hubungan Spesial dengan Cristian Chivu

Salah satu faktor yang membuat Bonny cepat menyatu dengan Inter Milan adalah keberadaan Cristian Chivu. Mantan legenda Inter itu pernah melatihnya di Parma, dan kini kembali membimbingnya di level tertinggi.

“Chivu tetap orang yang sama: jujur, tegas, tapi juga adil. Saya berutang banyak padanya, kalau saya ada di sini, itu juga berkat dia. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengannya di momen yang tepat dalam karier saya,” kata Bonny.

Menolak Banyak Klub Demi Inter

Bonny ternyata punya banyak peminat, namun ketika Inter datang, ia tidak berpikir dua kali.

“Beberapa klub besar menginginkan saya, tapi saya tidak ragu: ketika Inter mengejar Anda, Anda tidak berpikir dua kali. Inter adalah klub impian saya sejak kecil. Segera setelah saya menandatangani kontrak, saya mengunggah foto diri saya mengenakan jersey Inter di media sosial: rasanya seperti takdir… Itu adalah jersey pertama yang dibelikan ibu saya ketika saya berusia Enam tahun, dan saya terikat dengannya seumur hidup,” ungkapnya.

Belajar dari Lautaro dan Marcus Thuram

Bonny juga menyinggung betapa berharganya kesempatan berlatih bersama striker top seperti Lautaro Martinez dan Marcus Thuram.

“Saya selalu memperhatikan detail pergerakan mereka, dengan atau tanpa bola. Lautaro dan Thuram memberi saya dua nasihat sederhana: pertama, nikmati permainan. Kedua, selalu cari gawang, karena sebagai striker kami dinilai dari gol,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa fleksibilitasnya sebagai mantan gelandang muda membantunya memahami pergerakan rekan setim di lini serang. Bonny bisa bermain sebagai penyerang kedua, ujung tombak, bahkan penyerang yang bergerak dari lini kedua.

“Saya suka bermain sebagai second striker dan juga bisa bermain sebagai penyerang tengah jika dibutuhkan. Tapi saya juga nyaman bermain dari belakang. Bermain sebagai gelandang selama bertahun-tahun di tim yunior membantu saya membaca situasi di lini tengah serang dan memahami pergerakan pemain lain,”

Chemistry Instan dengan Pio Esposito

Salah satu hal menarik adalah chemistry langsung antara Bonny dengan Pio Esposito, penyerang muda Inter yang juga sedang naik daun.

“Kami mirip: rendah hati, punya ide jelas, dan tidak sombong. Saat menghadapi Pio di U-21, saya sudah terkesan dengan kekuatan fisiknya yang luar biasa. Sekarang bermain bersamanya, saya bisa bilang ada koneksi instan di lapangan,” tutur Bonny.

Fokus ke Masa Depan

Bonny sadar bahwa dirinya masih punya banyak aspek yang harus diperbaiki, terutama soal penyelesaian akhir dan duel udara. Namun ia tidak ingin terbebani dengan harga transfer atau ekspektasi publik.

“Nilai transfer hanyalah angka. Yang penting adalah kerja keras di lapangan. Saya masih harus banyak belajar, tapi saya siap untuk membuktikan diri.”

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*